Framing Media dan Logical Fallacy Ala Media, Tangkapan Layar Video Gus Yaqut


Oleh: Buhori ( Dosen IAIN Pontianak )

Sejak pagi tadi, banyak sekali berseberan di grup-grup WA yang saya ikuti, potongan video Menteri Agama; Gus Yaqut, saat ditanya wartawan terkait Surat Edaran Menteri  Agama nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. Parahnya lagi, video tersebut telah banyak “dimutilasi” serta dilakukan framing dengan tajuk; “Menteri Agama Menyamakan isitilah Gonggongan Anjing dengan Adzan”. 

Tak ayal, “hasil jualan” para pelaku media ini, laris menjadi santapan para netizen, tak ubahnya pisang goreng di musim hujan. 

Untuk memberikan sedikit gambaran, dan meluruskan pikiran-pikiran yang suka bengkok, saya mencoba untuk menyalin dan mentranskrip ulang statemen Gus Men Yaqut Cholil Qoumas tersebut ke dalam tulisan secara utuh, selanjutnya mengajak para member grup untuk menilai dan menelusuri dimana letak kesalahan narasi yang disampaikan, serta kemungkinan adanya Logical Fallacy (pengaburan nalar berfikir) yang mungkin saja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Berikut hasil transkrip lengkap yang saya hasilkan: 

“Kita tidak melarang masjid atau mushalla menggunakan toa, tidak, silahkan, karna kita tahu itu bagian dari syi`ar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, diatur bagaimana volume speakernya, toanya, nggak boleh kenceng-kenceng. 100 desibel maksimal.  

Diatur kapan mereka bisa menggunakan speaker itu sebelum adzan, bagaimana menggunakan speaker itu di dalam dan seterusnya. Tidak ada larangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk  membuat masyarakat kita semakin harmonis….. Karna kita tahu, misalnya ya, di daerah yang mayoritas muslim, hampir di setiap 100 m 200 m itu ada mushalla, masjid. Bayangkan, kalau disaat waktu yang bersamaan mereka menyalakan TOA nya di atas, bayangkan, itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.  

Kita bayangkan lagi, saya hidup di lingkungan non muslim, kemudian rumah ibadah non muslim itu menghidupkan TOA lima kali sehari dengan kenceng-kencengnya, bersamaan, itu rasanya bagaimana ?   

Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini, kita hidup di lingkungan satu komplek misalnya, kiri-kanan, depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu ndak?  Artinya apa, bahwa suara2 ini apapun suara itu harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan…”

Dari narasi yang disampaikan di atas, saya menangkap bahwa pesan utama (al-fiqrah ar-raisiyyah) yang disampaikan beliau adalah penegasan bahwa Surat Edaran MENAG No.  05 Tahun 2022 itu tidak melarang masjid atau mushalla menggunakan TOA (pengeras suara) untuk adzan dan kegiatan lainnya, sebab itu menjadi bagian dari syi`ar Islam, namun perlu penyesuaian, diperlukan aturan untuk menjaga keharmonisan. Kata beliau; “suara-suara, apapun suara itu harus kita atur”.

Berikutnya, Pak Menteri memberikan contoh suara-suara yang dapat mengganggu pada masyarakat :

1. Bayangkan, kalau disaat waktu yang bersamaan mereka menyalakan TOA nya di atas, bayangkan, itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.

2. Bayangkan lagi, saya hidup di lingkungan non muslim, kemudian rumah ibadah non muslim itu menghidupkan TOA lima kali sehari dengan kenceng-kencengnya, bersamaan, itu rasanya bagaimana ?

3. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini, kita hidup di lingkungan satu komplek misalnya, kiri-kanan, depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu ndak ?

Itulah pesan-pesan yang saya tangkap berdasarkan kronologis penyampaian. So, tidak ditemukan konteks penyamaan suara adzan dengan gonggongan anjing. Meskipun memang, dalam teori komunikasi massa, memberikan contoh dengan hal-hal yang oleh sebagian kalangan dianggap kurang elok, seperti suara anjing, rentan menimbulkan kesalahan persepsi publik. 

Nah.. jika pesan-pesan ini kemudian disalahpahami atau bahkan sengaja dipahami dengan salah oleh sebagian kalangan dengan cara melakukan jumping to conclusions (kesimpulan yang melompat dan absurd) dengan cara framing bahwa “Menag Menyamakan Adzan dengan Suara Anjing”, maka dalam dunia logika itu masuk dalam ketegori Logical Fallacy (kesesatan berfikir/pengaburan nalar berfikir) dengan kategori yang pertama;  strawman, yaitu kesesatan dan pengaburan berfikir dengan langkah memangkas dan menyederhanakan argumen atau pesan-pesan.

Hal semacam ini kadang dilakukan oleh produsen media dan pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Bisa jadi ini bukan cuma urusan kerjaan, namun ada misi terselubung dibalik hal ini.
Previous article
Next article

Belum ada Komentar

Posting Komentar

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel