Kajian
Siapkah "Nyalimu", Inilah 8 Resiko Jadi Wartawan yang Harus Kamu Tahu
Oleh : Juanda
Wajib dan simpan memory baik-baik, bekerja menjadi wartawan atau pencari berita tentu tidak hanya sekadar tahu menulis dan melaporkan suatu kejadian. Lebih daripada itu, wartawan haruslah paham kode etik jurnalistik tentang keakuratan berita, privasi narasumber, pengujian informasi, hak narasumber, dan lain sebagainya.
Tidak ada pekerjaan yang mudah, pun juga jadi seorang wartawan. Selain dibutuhkan keberanian, jadi wartawan juga butuh komitmen dan passion untuk menyalurkan berita yang akurat dan layak dikonsumsi masyarakat luas. Kalau hanya sekadar melapor tanpa menguji, maka siapa saja pasti bisa jadi wartawan.
Terkait dunia PERS atau media, tentu kita punya cita-cita bekerja dalam bidang juga harus tahu resiko apa saja yang akan kita dapatkan saat terlibat dalam wilayah pekerjaan ini. Ini daftarnya!
1. Pekerjaan ini kental dengan resiko Maut
Saat melakukan tugas liputan di tempat yang sedang terjadi kerusuhan atau bencana alam, kamu harus siap menghadapi hal-hal yang tidak terduga, termasuk sampai taruhan nyawa atau kematian.
Nyatanya, bukan hanya tentara yang rela mati bagi negara. Wartawan juga harus rela mati demi berita. Jadi kalau kita tidak sungguh-sungguh ingin jadi wartawan, lebih baik jangan daripada di cap wartawan “GERANDONG“.
2. Bekerja dalam industri yang bersifat menuntut
Bukan seperti di kantor dengan jam kerja yang pasti. Sebagai wartawan kamu akan dituntut selalu siap dan siaga. Kapanpun, dimanapun, apapun yang kamu lakukan, bagaimana perasaanmu, semua itu harus ditinggalkan demi mendapat berita eksklusif dari tempat kejadian langsung.
Wartawan itu bekerja pada industri yang sifatnya menuntut, yang wajib tentunya juga perjuangan. Menuntut waktu, kecepatan dan pastinya tenaga, bukan ada maunya juga isi amplopnya saja? Nah…Siapkah kita jadi wartawan juga jurnalis sejati seperti ini…???
3. Jarang menemukan yang namanya akhir pekan
Bagi seorang wartawan, akhir pekan bisa jadi bukanlah sebuah akhir pekan. Kita harus selalu siaga dan siap meliput bahkan di akhir pekan. Walau kelihatannya hal ini melelahkan, tapi kita yang sudah passion, pasti justru senang harus terus bekerja. Bahkan di akhir pekan sekalipun, soalnya jadi wartawan media harus berjiwa komitmen?
4. Namanya wartawan, kamu juga harus siap punya banyak musuh
Nah…ini dia, mau enggak mau orang bergelut dunia birokrasi dan hukum bakal punya musuh, karena pekerjaan wartawan adalah memberitakan, maka pastinya bukan hanya berita yang baik-baik saja. Berita buruk juga.
Hal ini memicu adanya pro kontra dari berbagai macam pihak yang membaca ataupun mendengarkan berita yang kamu sampaikan. Dari situ, kita bakal punya banyak musuh yang merasa tidak setuju dengan apa yang kita tulis atau beritakan.
5. Akrab juga dengan yang namanya Stres, apalagi Deadline
Wartawan itu selalu berada dalam naungan deadline tiada henti. Tekanan macam ini pastilah bikin stres dan sebal setengah mati. Kalau ada kejadian yang harus saat itu juga diliput, media tempat bekerja pasti berlomba dengan kecepatan untuk jadi media pertama yang menerbitkan. Di saat seperti inilah kita akan akrab banget sama yang namanya stres.
6. Jadwal acara yang tak tentu? Jangan kaget ya
Sebagai wartawan, kita akan dituntut untuk selalu siap siaga. Janjian dengan teman bisa jadi hal yang mustahil kalau ternyata saat itu ada kejadian yang harus kita liput. Jadwal tidak akan menentu dalam sehari. Kita akan terkejut sendiri dengan selalu berubahnya jadwal yang telah kita rencanakan di awal.
7. Wartawan juga harus flexibel, mudah berpindah-pindah jika ada kejadian
Buat kamu yang tidak betah atau tidak bisa bekerja dengan tempat yang berbeda setiap harinya, wartawan sepertinya bukan pekerjaan yang cocok untukmu. Pencari berita menuntutmu untuk fleksibel, aktif dan tanggap. Dimanapun kapanpun harus meliput, kamu harus siap bagaimanapun kondisinya. Dan juga, kamu harus segera menuliskan berita tersebut secepat yang kamu bisa.
8. Penolakan itu hal yang biasa, namun kamu perlu cara untuk mengakalinya
Semua berita berhubungan dengan narasumber. Saat inilah kamu akan akrab dengan penolakan-penolakan yang tidak bisa kamu paksa. Kamu harus memutar otak dan mencari narasumber lain untuk menghasilkan berita yang terpercaya. Sebagai wartawan, kamu harus kebal dengan penolakan ini.
Kalau setelah mengetahui semua risiko ini kamu masih tetap ingin jadi wartawan, maka jangan berhenti dan terus kejarlah cita-citamu itu. Jadilah wartawan yang bonafit. Yang bukan hanya modal suara tapi juga pengetahuan. Buatlah negeri ini lebih berbobot, dengan menyebarkan berita yang butuh diketahui semua orang, bukan hanya yang ingin didengar saja. Tetapi juga mendapat apreasi luas bagi pemirsa..
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar