Opini
Transformasi Semangat Bandung Lautan Api
Oleh ; Asad Said Ali
Pulang dari Sumedang acara mengisi kaderisasi kepemimpinan Ansor-Banser, saya bermalam di Bandung Selatan. Bakda selesai sholat lail , saya melihat jauh kedepan menembus kegelapan malam. Nun disana pada Nopember 1945, bersiap menyerbu Bandung, para pemuda atau jajaka Bandung.
Mereka secara bersemangat menyanyikan lagu lagu .... Halo Halo Bandung, Ibukota Periangan, Sudah lama beta, tidak berjumpa dengannya, sekarang menjadi lautan api , mari Bung rebut kembali.
Mereka itu adalah para anggota Tentara Keamanan Rakyat/ TKR yang baru 3 bulan terbentuk, terpaksa mundur ke wilayah pedesaan Bandung Selatan. Tiga bulan setelah proklamasi, Panglima Militer Belanda mengultimatum agar TKR keluar dari kota Bandung Selatan. PM Sahrir keluarkan perintah agar mundur kedaerah pedesaan karena kekuatan belum setara dengan pasukan Belanda.
Tetapi komandan TKR , Abdul Haris Nasution menolak mundur, pantang menyerah dalam perjuangan. Akhirnya dicapai jalan tengah (kearifan lokal bangsa), reposisi ke pedesaan Bandung Selatan untuk konsolidasi yang didahului dengan politik bumi hangus , “ ribuan rumah dibakar ludes ”. Penjajah mendapatkan Bandung dalam keadaan kosong.
Tidak lama kemudian,,TKR menyerbu untuk merebut kota dengan semangat “ Bandung Lautan Api, Mari Bung Rebut Kembali “. Darah mengucur, korban bergelimpangan, tetapi kehormatan bangsa ditegakkan.Sebutan “ Bung “ menjadi “panggilan hormat “ bagi perjuang sejak peristiwa 10 Nop 45 di Surabaya. Dengan semangat Bandung lautan api pula,kudeta APRA yang dipimpin oleh Westerlng pada 1950 digagalkan.
Pasca revolusi, “Semangat Bandung Lautan Api”, berlangsung proses transformasi “ patriotisme menjadi ethos kerja masyarkt” di Bandung dan didaerah lain, suatu daya dorong kuat kearah kemajuan iptek.Melalui ITB, kawula muda mampu membangun industri dirgantara yang terkenal dengan IPTN dibawah pimpinan Prof Dr Y Habibi. Sayang pasca di reformasi, meskipun tetap survive, tetapi berkembang lambat terkendala oleh kebijakan pemerintah pasca reformasi.
Kepala Intelijen Korea (National Inteligence Service ) , pada sekitar Oktober 1987 memuji setinggi langit atas dua hal : pertama : industri IPTN yang terkenal memproduksi CN 235.
Dianggapnya pilihan dan prestasi gemilang karena sesuai kebutuhan Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang besar. NIS juga memuji satelit Palapa sebagai sarana komunikasi masa depan dan faktor penting bagi persatuan nasional.
Dari Bandung pula lahir konsep wawasan Nusantara dan hukum laut internasional (UNCLOS) dengan tokohnya Prof Mochtar Kusumaatmaja. Kedua hal itu merupakan software yang monumental bagi tetap terpeliharanya kesatuan dan kedaulatan wilayah yang terdiri dari ribuan pulau yang diapit oleh dua samudera besar dan dua benua.
Mungkin tidak banyak yang mengetahui kenapa Pak Harto melepas Pulau Sipadan dan Ligitan sesuai Keputusan Pengadilan Internasional di Belanda. Sebab Indonesia dengan diundangkannya UNCLOS memperoleh konsesi zone laut yang luas dari pihak Malaysia.
Generasi masa kini perlu mempertanyakan, kenapa generasi 90 an berkurang patriotismenya dengan tunduk terhadap tekanan IMF / Barat dalam kasus IPTN ?, Apakah kita berkurang jiwa patriotisme, karena tergagap ditengah globalisasi ?.
Dan kenapa negara yang diwarisi pola pikir wawasan Nusantara, lambat dalam membangun industri kelautan. Akibatnya kita tidak bisa menjaga dan mengelola laut kita yang kaya.
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar