Ramadhan
Mahasiswa Indonesia di Prancis Puasa 19 Jam
Terkenal dengan ikon menara Eiffel di Paris, Prancis menjadi salah satu destinasi negara tujuan favorit untuk melanjutkan studi bahkan traveling tentunya. Negara yang digadang-gadang menjadi salah satu pusat mode dunia ini menyimpan momen puasa Ramadhan yang tak kalah seru dengan negara-negara Eropa lainnya. Penasaran bagaimana pengalaman puasa di Prancis?
Salah satu mahasiswa Indonesia yang tengah merasakan menjalankan puasa Ramadhan di Prancis yakni Pedcawanto, atau biasa disapa Pedca. Pedca menempuh studi masternya di jurusan Bisnis Telekomunikasi, Télécom Ecole de Management, Prancis, yang merupakan bagian dari Telecom Institute. Jika Télécom SudParis adalah universitas teknik, maka Télécom Ecole de Management ini adalah universitas manajemen.
19 Jam Berpuasa & Summer
Sudah tak asing lagi jika durasi berpuasa masing-masing kawasan di dunia ini berbeda-beda. Rentang puasa terpendek yakni negara Chili dengan durasi 9 jam dan rentang puasa terpanjang yakni negara Islandia selama 22 Jam. Perbedaan rentang waktu puasa di Prancis pun juga terbilang cukup lama yakni sekitar 19 jam. Dimulai dari jam 3 pagi hingga jam 10 malam.
Puasa tahun pertama nya di Prancis ia lalui kurang lebih 21 hari saja karena sisanya ia habiskan di Indonesia sekaligus merayakan idul fitri.
Tak hanya itu, tantangan cuaca musim panas yang terik juga dialami Pedca. “Abis itu lagi summer kan jadi cuaca biasa sampai 35-40 derajat, luar biasa bikin haus kalo siang. Kecuali kalo seharian tidur dirumah aja haha,” tutur pria asal Lampung ini.
(Not Full) Tarawih
Tinggal di negara minoritas muslim, membuat Pedca agak sulit mendapat akses ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Ia mengaku bahwa hanya sempat beberapa kali bertarawih karena masjid di kota tempat ia tinggal hanya ada 1 masjid besar dan bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 20 menit. Terlebih waktu tarawih yang cukup larut malam.
“Tarawih di sini sekitar jam 12 malem dan masjid agak jauh jadi gue cuma beberapa kali doang tarawih.”
Namun beruntung bagi alumni teknik telekomunikasi ITB ini karena ia tinggal di dalam area kampus, sehingga ia bisa mensiasati keterbatasan akses sholat tarawih itu dengan sholat di dalam kamar tanpa mengganggu sekelilingnya.
10 Hari Pertama Puasa Sambil Kuliah
Awardee Telecom Scholarship for Excellence ini lebih memilih master dengan tipe coursework daripada research based sebagai program masternya. Ketika ditanya mengapa lebih memilih coursework, ia menjawab,”Gue coursework, karena gue lebih suka bidang bisnis manajemen dibanding teknikal. Lumayan lah S1 udah dapet basic teknikalnya, tapi sekarang ga mau mendalami teknikalnya haha.” jawab Pedca.
Karena sistem kuliahnya, Pedca akhirnya sempat merasakan kuliah di 10 hari pertama puasa ditambah cuaca Prancis yang cukup panas di siang hari.
Takjil dan Makanan
Bicara soal takjil, Pedca terkadang membeli takjil berupa roti di vending machine. Setelah itu ia baru membuat makanan berbuka. “Ga bisa beli takjil di pinggir jalan kayak di Indonesia, jadi sahur dan buka ya masak sendiri haha. Biasanya sih makan berat cuma sekali tengah malem sekalian buka dan sahur.”
Berbicara soal makanan, Pedca sempat merasa kangen dengan masakan Indonesia dan membawanya ke Prancis. “Bawa lah rendang, tempe orek, sambel, bumbu-bumbu instan. Waktu itu guwe balik Indonesia bawa koper hampir kosong, pulang ke Prancis koper penuh makanan wkwkwk.”
Ada pula resto Thailand/Vietnam di sana yang menjadi tempat makan pelipur rindu makanan Indonesia bagi Pedca dan teman-temannya. “Disana ada resto Thailand/Vietnam gitu yang makanannya enak-enak mirip makanan Indonesia kayak opor ayam, sate, nasgor. Ada yang mirip es dawet, es campur dan es kacang merah juga. Jadi kalo algi kangen masakan Indonesia kami pada bukber disana deh.”
Setelah 10 hari kuliah tersebut, ia libur kuliah dan memanfaatkannya untuk solo traveling. Meski begitu ada kisah lucu saat ia bepergian. “Gue traveling sendiri, tapi sempet ketemu temen Indonesia yang lagi traveling juga di beberapa kota. Kebetulan mereka gak puasa trus makan es krim disebelah gue dong wkwkwk asem banget,” jujurnya.
Ia membuat mode traveling saat puasa biar ga terlalu capek. Pagi hari digunakan jalan-jalan, siang tidur (karena summer, waktu siangnya panjang), sore dan malam jalan lagi. Dengan begitu, keliling-keliling kotanya ga tergesa-gesa. “Ya jangan memaksakan diri aja, sering-sering cari tempat istirahat. Jangan ragu buat tidur siang kalo waktu siangnya panjang kayak di Eropa. Biar ga sakit dan ga batal puasa juga,” pungkas Pedca yang sekarang sedang mengerjakan thesisnya.
Nah itu tadi pengalaman Pedca menjalani puasa di Prancis selama 3 minggu.
Makin semangat ga, Hunters? Makin pengen ngerasain puasa di Prancis tahun depan? Yuk, persiapkan diri kalian dari sekarang dengan mengikuti bimbingan beasiswa dari Schoters. Kalian bisa dapatkan informasi selengkapnya mengenai bimbingan beasiswa ke luar negeri dengan mengunjungi website schoters yaa. Good luck!
Dikutip dari blog.schoters.com
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar