Opini
R20 Indonesia 2022 Its Not Just Event .Is A Global Movement
By : Isfandiari MD - Wakil Sekretaris Jenderal PBNU
Saat roda gendut pesawat bergesekan dengan tanah Bali (1 November 2022) selaksa perasaan hadir: bangga, salut, terharu sekaligus khawatir. Ini event ambisius dan sulit dilaksanakan tanpa kekuatan besar dan restu dari Allah yang maha besar.
R20 adalah sebuah energi, mengumpulkan para pemuka agama dari seluruh dunia , event yang x-traordinary yang akan dicatat sejarah. Big appalus untuk Nahdlatul Ulama yang dipimpin KH, Yahya Cholil Staquf dan Moslem World League yang dihadiri Sekretaris Jendralnya H.E Shaykh Mohammad Bin Abdul Karim Al-Issa atas pekerjaan besar ni.
Benar –benar event akbar! Mengumpulkan puluhan pemuka agama dunia dari berbagai negara, tentunya njelimet dan menguras energi. Masing-masing mereka pastilah punya agenda ketat dalam kegiatan resmi mereka maupun yang bersifat pribadi.
Untuk memprioritaskan moment ini, perlu sebuah provokasi kuat betapa pentingnya pertemuan sebagai urgensi prioritas yang ‘wajib’ mereka hadiri. Dan terbukti, mereka antusias hadir dengan satu tujuan bersama: ikhtiar menjalani peradaban yang harmonis , terselamatkannya nilai-nilai kemanusiaan melalui nilai-nilai spiritual dalam balutan lelaku beragama.
“Is celebration to plurality of reaching god!” tegas Swami Sri Govinda Dev Giri Maharaj (Thresurer Shri Ram Janmabhoomi Trust) , salah satu tokoh agama dari India yang hadir sebagai key figures.”Indonesia telah mengukir sejarah seperti konprensi Asia-Afrika lalu,” tambah Andres Pastrana salah satu rokoh yang juga menjadi pembicara.
Sebagai tuan rumah dan pemrakarsa utama, KH. Yahya Cholil Staquf, bersama Nahdlatul Ulama (NU) yang dipimpinnya memiliki tujuan mulia. Bagi NU , R20 tak sekedar pertemuan. ”Is not just an event, we develop this as global movement, for better future, for humanity and civilitation. May Allah always with us!” jelas Kiai Yahya dan disambut feedback tepukan dari para hadirin.
Ia juga menggambarkan sekilas pandangan para ulama NU dalam Konfrensi Nasional Ulama-Ulama tahun 2019 dalam menyikapi berbagai perbedaan agar tercipta suasana harmonis diantara perbedaan-perbedaan itu. Tak lupa Kia Yahya mengutarakan romantisme sejarah Indonesia beberapa
tahun silam tentang berdirinya sebuah bangsa yang berdasarkan keragaman. 77 tahun lalu, tokoh berbagai spektrum, kalangan Islam, Komunis,liberalis Barat, kaum tradisionalis berembuk diantara mereka dan melahirkan Pancasila.
Inilah ideologi kami yang bisa mempesatukan Indonesia dalam segala perbedaannya. Ulasan tentang Pancasila ini diteruskan oleh Mentri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam sesi lain untuk memberi gambaran ikhwal Pancasila kepada para agamawan yang hadir.
Tampilnya Kiai Yahya sebagai ‘sutradara’ dalam ajang ini juga mengundang perhatian banyak pihak. C. Holand Taylor, deputy chairman, CEO Center Of Shared Civillitation Values (USA/Indonesia), terang-terangan mendaulat Kiai Yahya sebagai The Next Gus Dur (Abdurahman Wahid-red) saat tampil sebagai pembicara.
Ia juga menyitir pesan Gus Dur dalam kalimat singkat: Selalu jujur, terbuka dan tidak perlu takut. “This event is brilliant!Is a celebration of plurality to reaching god,” bangga Swami Mitrananda, tokoh agama dari India.” Apa yang dilakukan NU sangat mengispirasi. Indonesia berperan penting dalam menghilangkan berbagai prasangka ,” tambah Dr. Jasqueline C. Rivers yang juga menjadi speaker di ajang ini.
Sri Ram Madhav Varanasi, a member of the National Executive of the Rashtriya Swayamsevak Sangh , Founder member of the Governing Council India Foundation menyatakan kekagumannya kepada NU khususnya KH. Yahya. “Kiai Yahya will lead us. We are gratefull to you as a big start,” jelasnnya. Kehadiran beliau sekaligus menjadi pernyatan bahwa India akan menjadi tuan rumah R20 selanjutnya.
Moment 2 hari di Grand Hyatt Bali ini memang sangat penting. Berbagai pandangan dari para pemuka agama dikemukakan denga gamblang. Imam Yahya Pallavicini, Chairman Eulema, European council of Ulema dari Italia menggambarkan sekilas pandangan Islam terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ia mengulas poin penting, pandangan Islam ikhwal rahmatan lil alamin sebagai mercy to the world, ikhwal rahmah yang berisikan nilai nilai kebaikan, cinta dan kepedulian juga harmoni.
Dalam ungkapan ini, Prof Alberto Melloni mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Indonesia yang sebagai pemrakarsa R20 yang membuka dialog terbuka antar pemuka agama.”Secara diplomatik menjadi sangat penting,” ujarnya. “Dialog ini bisa menyembuhkan memori yang luka,” tambah Christian Krieger. Hal senada diungkap Dr. Valeria Mortano (Sant ‘Egidio Community) dari Italia.
Untuk kalangan Nahdliyin, ajang R20 Bali yang diteruskan di Jogjakarta (2-4 November 2022) adalah sejarah berharga terutama menjelang perayaan 1 abad NU yang akan dilangsungkan tak lama lagi. Nahdliyin menjadi lebih yakin akan peran NU di kancah internasional. Persis seperti pernyataan tokoh penting agamawan dunia, “NU will lead us!” Moment ini sekaligus sebuah inspirasi bagi intern NU, terutama generasi muda mereka. Sudah saatnya untuk semakin berperan menentukan arah peradaban.
Pas untuk kita sitir pandangan KH. Mustofa Bisri yang dikutip oleh Thomas K. Johnson,” Ulama should be intellectual, and intellectual should be spiritual, they must work shouded to shoulder, seeking and revive, in our present day and age, the values exemplified by the Messenger of God, Rasulullah Muhammad S.A.W....”-Humanitarian Islam, Evangelical Christianity, and Clash of Civilitation-
Mari seluruh Nahdiyin, kita ikuti mapping KH. Yahya Cholil Staquf dalam membangun peradaban berdasarkan kemanusiaan. Bismillah!
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar