Kilas Balik Perjalanan Panjang ProgramTransmigrasi

Oleh : Has Prabu (Ketua Umum DPP PATRI)

Disebut lama, karena embrio Transmigrasi sudah ada sejak 1905. Saat itu namanya Kolonisasi. Pemindahan warga dari Kedu (Jawa Tengah) ke Gedong Tataan (Lampung). Kemudian setelah Merdeka 1945, namanya menjadi Transmigrasi. Tanggal 12 Desember 1950 awal dimulainya lagi. Dari Jawa Tengah ke Lampung lagi. Sehingga itulah sebabnya, setiap tanggal 12 Desember diperingati sebagai Hari Transmigrasi.

Disebut baru, karena selama masa reformasi (1998-sekarang) Transmigrasi terpinggirkan. Tidak ada aktivitas signifikan. Bahkan lembaganya pernah dibubarkan (Era Presiden Gus Dur, 1999). Sejak saat itu banyak yang bertanya. Apakah transmigrasi masih ada? Sehingga ketika Presiden RI ke 8 (Prabowo Subianto) menjadikan Transmigrasi sebagai Kementerian tersendiri, banyak yang kaget. Apalagi langsung diarahkan. Transmigrasi untuk mengakselerasi pembangunan di Papua. 

Geger. Heboh. Panik. Hiruk pikuk. Para kaum milenial yang baru lahir menolak. Demo. Transmigrasi menjadi seperti barang baru. Padahal Transmigrasi bukan hal baru. Karena jauh sebelum Indonesia Merdeka proses perpindahan itu sudah ada. Dan itu biasa terjadi.

Mengapa hiruk pikuk? Banyak hal. Diantaranya:

1. Faktor sejarah 
Hampir-hampir tidak ada anak muda yang tertarik sejarah. Sibuk dengan gadget, game, media sosial, dan mainan dunia digital lainnya. Sehingga tidak tertarik lagi baca sejarah. Tak ada pertanyaan kritis. Mengapa negeri kepulauan lebih 17.000 pulau, yang beraneka ragam agama, suku, budaya, dan bahasa ini memerlukan Transmigrasi? Bagaimana mengkonsolidasikan keberagaman ini secara Nasional? Padahal faktanya jelas. Transmigrasi adalah Suatu Gerakan Nasional Pembangun dan Perekat Bangsa.

2. Praktek lapangan. 
Walau misi dan tujuan transmigrasi mulia (ada 12 Relasi Strategis) tetapi dalam prakteknya ada bermasalah. Misalnya. Perencanaan kurang matang. Buktinya hingga sekarang masih banyak kasus tanah. Kasus terkait tumpang tindih, tanah adat, hutan, dan lainnya. Belum lagi penyiapan sosial yang kurang komprehensif. Tak ada peran serta masyarakat dalam perencanaan. Padahal sudah ada ormas mewakili Transmigrasi (PATRI). Ada ormas mewakili Masyarakat Adat, dan lainnya. Karena lemahnya sinergitas, berdampak timbulnya kecemburuan sosial. Sinergi Pentahelix (Perpres No 50 tahun 2018) tidak berjalan. Ego sektor. 

3. Minim dan buruknya publikasi tentang Transmigrasi
Jika dicermati, sangat sedikit informasi tentang Transmigrasi. Kalaupun ada, umumnya kasus tanah, dan buruknya infrastruktur. Faktor keberhasilannya jarang diungkap. Mengapa? Karena psikologi media begitu. Berita keberhasilan itu tidak menarik minat pembaca.

Tetapi setelah lahirnya Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI, 16 Februari 2004), pemberitaan Transmigrasi mulai sedikit massif. Masih perlu dikuatkan lagi.
Previous article
This Is The Newest Post
Next article

1 Komentar

  1. Sebentar lagi (12 Desember 2024) kita Peringati Hari Transmigrasi ke 74. Mari kita gemakan kembali. Bahwa Gerakan Nasional Transmigrasi turut serta membangkitkan semangat membangun daerah dan merekatkan hubungan antar anak Bangsa Indonesia.

    Bersama Gerakan Nasional Transmigrasi kita majukan Ibu Pertiwi.

    BalasHapus

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel